SUMBAWA, NTB – Sebuah babak baru dalam sejarah pengelolaan sumber daya alam di Indonesia resmi dibuka. Program legalisasi pertambangan rakyat yang luar biasa diinisiasi oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTB, Irjen Pol Hadi Gunawan, mencapai puncak prestasinya dengan gelaran “Panen Raya Emas” perdana di Sumbawa. Keberhasilan ini mengantarkan model tersebut diakui dan diangkat sebagai program percontohan nasional untuk penertiban dan legalisasi Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Kehadiran Menteri Koperasi dan UKM, Feri Juliantono, di tengah ribuan anggota koperasi menjadi simbol pengakuan tertinggi dari pemerintah pusat terhadap keberhasilan transformasi sosial-ekonomi di Nusa Tenggara Barat ini.
Kontras Dramatis: Dari Aktivitas Ilegal Menuju Kesejahteraan Berkelanjutan
Selama bertahun-tahun, pertambangan emas skala kecil sering kali terjerat dalam masalah kompleks, mulai dari isu hukum, konflik sosial, hingga kerusakan lingkungan akibat penggunaan zat berbahaya dan pengelolaan yang tidak bertanggung jawab. Irjen Pol Hadi Gunawan memilih pendekatan yang berbeda. Alih-alih represif, ia mengambil langkah solutif dan transformatif yang berorientasi pada rakyat.
Ia memandang para penambang bukan sekadar pelaku ilegal, melainkan subjek ekonomi yang harus diberdayakan. Visi ini kemudian diwujudkan melalui implementasi IPR yang berlandaskan pada semangat koperasi.
Program ini berhasil menarik ribuan penambang yang dulunya bergerak sporadis dan ilegal untuk bergabung di bawah payung hukum Koperasi Selonong Bukit Lestari Lantung (SBL). Koperasi ini memastikan operasional berjalan sesuai standar, termasuk aspek lingkungan dan keselamatan kerja, sekaligus menjamin transparansi hasil.
Mekanisme Koperasi: Kunci Sukses Model Percontohan
Model percontohan yang diinisiasi Kapolda NTB ini menekankan pada dua aspek kunci: legalitas dan kolektivitas. Koperasi SBL bertindak sebagai manajer tunggal yang bertanggung jawab memusatkan pengelolaan dan menjamin hasil usaha kembali ke anggota.
Dalam sambutannya, Menteri Koperasi Feri Juliantono menegaskan status percontohan program ini. Beliau melihat model ini sebagai jawaban atas dilema pertambangan rakyat di berbagai wilayah di Indonesia.
“Kami saksikan langsung di sini, model ini bekerja. Ini adalah model yang kami harapkan dapat direplikasi di daerah lain. Berkat inisiasi Bapak Kapolda, penambang yang dulunya terjerat masalah hukum dan lingkungan kini menjadi subjek ekonomi yang legal dan sejahtera. Ini adalah bukti bahwa pengelolaan tambang rakyat dapat dilakukan secara legal, terorganisir, dan memberikan kesejahteraan langsung bagi anggotanya,” ujar Menkop, memuji langkah Kapolda NTB sebagai inovasi yang patut ditiru.
Panen Raya Emas: Bukti Nyata Kesejahteraan Anggota
Puncak acara yang menjadi bukti nyata keberhasilan program ini adalah pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dari Panen Raya Emas perdana. Momen ini menjadi sangat bersejarah karena merupakan implementasi IPR yang pertama kali diwujudkan dalam bentuk SHU di Indonesia.
Secara rinci, hasil yang dibagikan adalah:
* Total Anggota Penerima SHU: 3.403 orang.
* Nilai SHU yang Diterima: Rp2,8 Juta per anggota.
Pembagian SHU sebesar Rp2,8 juta kepada ribuan anggota ini merupakan angka yang sangat signifikan bagi perekonomian lokal. Hal ini tidak hanya meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi juga menumbuhkan rasa kepemilikan dan kepercayaan anggota terhadap sistem koperasi yang transparan.
Panen raya emas perdana ini tidak hanya unik karena komoditasnya, tetapi juga karena menjadi tonggak sejarah baru: pertambangan rakyat yang tertib, legal, dan berkontribusi langsung pada pembangunan desa, serta menjadi bukti konkret sinergi antara aparat keamanan, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan.
Visi ke Depan: Model NTB untuk Kemakmuran Indonesia
Keberhasilan program di Sumbawa ini menjadi cetak biru bagi pemerintah pusat untuk menangani isu pertambangan rakyat di seluruh Indonesia. Kapolda NTB telah menunjukkan bahwa penegakan hukum bisa diiringi dengan solusi ekonomi yang memberdayakan.
Diharapkan, model Koperasi SBL ini dapat segera disosialisasikan dan direplikasi di provinsi-provinsi lain yang memiliki potensi sumber daya mineral, mengubah wajah pertambangan rakyat dari sektor yang bermasalah menjadi motor penggerak ekonomi yang legal dan berkelanjutan. (red-Puguh Kuswanto)
